LUKAS 16 : 1 - 15
Khotbah Minggu XIV Setelah Trinitatis
LUKAS 16 : 1 - 15
Perumpamaan ini adalah yang paling aneh dalam seluruh ajaran Yesus. Bukan tentang domba yang hilang, dirham, atau anak yang pulang untuk pesta perjamuan. Bukan tentang orang Samaria yang murah hati yang membantu mereka yang menderita di pinggir jalan. Bukan tentang benih yang tumbuh dan menghasilkan buah 30, 60, atau 100 kali lipat. Tidak. Di sini kita melihat seorang pria yang dipecat, mengabaikan bos yang memecatnya, lalu dipuji atas semua itu? Dan Yesus berkata, "Orang itu tahu apa yang ia lakukan!" Apakah itu?
Ini mungkin terasa seperti salah satu hari Minggu di mana anda berharap anda memulai seri tentang bagian- bagian dari Timotius minggu lalu. Tapi jangan takut, para pengkotbah yang terkasih!. Teks yang paling sulit pun menghasilkan beberapa khotbah yang terhebat. Khotbah ini akan membutuhkan sedikit usaha dari mimbar tetapi melibatkan jemaat di balik layar saat Anda mempelajari teks tersebut. Saya sarankan untuk menyampaikan perumpamaan ini ayat demi ayat (atau bagian demi bagian) saat Anda merenungkan teladan iman yang luar biasa yang diberikan oleh sabda Yesus kepada kita di minggu ini.
Sebenarnya, saya akan memulai khotbah dengan mengatakan kepada jemaat
"Perumpamaan hari ini mungkin terdengar aneh. Karena memang aneh. Namun, di hadapan kita, kita memiliki gambaran yang luar biasa tentang seperti apa iman kepada belas kasihan Allah, dan bagaimana rasanya memiliki Allah yang penuh belas kasihan. Karena, di sini kita memiliki kisah tentang seorang pria yang tahu apa artinya mengandalkan belas kasihan."
Kemudian, undanglah jemaat untuk bergabung dengan Anda saat Anda memperlambat langkah dan menelusuri kisah Yesus.
Dengan ini sebagai titik awal, khotbahnya akan tampak seperti ini:
16:1-2: "Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungawaban atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.
Jadi, kita memulai dengan rasa bersalah, dosa, dan penghakiman inilah seorang pria yang telah berdosa terhadap tuannya. Kita membaca tentang seorang pemilik tanah, sang Tuan, di mana agen yang dipercayainya tidak melakukan tugasnya. Ia, seperti anak yang hilang itu, menghambur-hamburkan apa yang diberikan kepadanya. Maka, sang Tuan memecatnya. Yang menarik untuk dicatat di sini adalah, meskipun orang itu dihakimi dan dihukum, ia tidak mendapatkan hukuman penuh yang pantas diterimanya. Ia TIDAK dijebloskan ke penjara atau diberi hukuman fisik apa pun, yang seharusnya diterima pada masa itu. Ia hanya dibebaskan karena tidak melakukan tugasnya, sebaliknya ia diberi belas kasihan.
Terlepas dari itu, Anda diperhadapkan dengan seorang orang berdosa yang diadili dan tampak bahwa tidak ada harapan baginya. Jadi, apa yang ia lakukan?
16:3-7 "Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka.
Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan.
Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul.
Orang itu menyadari bahwa ia tidak dalam kondisi yang baik untuk mendapatkan pekerjaan menggarap tanah dan ia terlalu sombong dan malu untuk mengemis. Ia akan segera membutuhkan tempat tinggal, jadi apa yang ia lakukan? Nah, tampaknya sebelum tersiar kabar bahwa ia telah dipecat, ia memanggil orang-orang yang berutang kepada Tuan itu. Kemudian memotong utang mereka secara signifikan dengan membuat surat hutang yang baru. Memotong seratus takaran minyak menjadi setengahnya sama saja dengan memotong utang tiga tahun menjadi setengahnya. Dan, memotong utang gandum juga merupakan pengurangan utang yang sangat besar. Dia membantu para debitur (orang yang berhutang) ini. Dia menunjukkan belas kasihan kepada mereka, dan dia melakukannya atas nama Sang Tuan.
Dia menunjukkan belas kasihan kepada mereka, dan dia melakukannya atas nama Sang Tuan.
Perhatikanlah bagaimana bendahara itu bertindak cepat. Jika kabar beredar bahwa ia sudah dipecat, tidak akan ada seorang pun dari para debitur itu yang mau membayar kepadanya. Namun ia menampilkan dirinya sebagai penagih utang Tuannya, dan atas nama Tuannya mengurangi utang mereka. Ini akan menghasilkan beberapa hal. Pertama, ketika kabar tersebar bahwa ia dipecat, orang-orang ini akan menyambutnya, mengingat betapa ia telah banyak membantu mereka. Namun, dengan melakukan ini, ia juga membuat Tuannya tampak sangat murah hati dan penyayang. Para debitur tentu akan lebih mengasihi Tuan karena kemurahan hatinya. Tetapi, Anda mungkin bertanya, ketika mereka mengetahui kebenarannya, tidakkah mereka akan menganggap Tuan itu bodoh dan dicurangi? Nah, inilah kuncinya, si bendahara bersandar pada fakta bahwa Sang Tuan akan menyetujuinya. Ia percaya bahwa Tuannya akan menunjukkan belas kasihan, bersikap baik, dan, pada akhirnya, bersikap murah hati baik kepada para debitur maupun kepada dirinya sendiri.
Benar saja, tindakan iman ini terbukti benar! Kita dikejutkan oleh tindakan si bendahara ini. Sungguhkah ia telah melakukan itu? Apa yang akan dilakukan Sang Tuan kepadanya sekarang? Tindakan-tindakan yang bersandar pada belas kasihan ini sungguh menakjubkan, tetapi tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan tindakan belas kasihan yang sesungguhnya itu sendiri!
16:8-9: "Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang. Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”
Perhatikan, ia tidak dipuji karena ketidakjujurannya, melainkan karena kecerdikannya. Ia adalah orang yang bersalah di dunia yang berdosa, tetapi ia tahu bahwa ia memiliki Tuan yang penuh belas kasihan. Maka, dengan menggunakan cara-cara yang tidak benar (satu-satunya pilihan yang ia miliki), ia bertindak, percaya bahwa ia akan menerima belas kasihan seperti yang ia terima di masa lalu. Dan ia benar!
Tapi tunggu dulu, masih ada lagi di sini. Yesus memanggil kita untuk meniru bendahara yang cerdik ini, tetapi bukan karena perbuatannya yang tidak benar. Sebaliknya, ketika Yesus berkata, "Anak-anak dunia ini lebih cerdik dalam berurusan dengan generasi mereka sendiri daripada anak-anak terang," itu seolah-olah Ia berkata, "Jika anak-anak dunia ini tahu bagaimana bersikap bijaksana dalam hal-hal dengan melanggar aturan dan bermain-main, betapa lebih lagi kamu, yang menjadi milik-Ku dan mengenal belas kasihan Allah, harus hidup mengandalkan belas kasihan Allah?"
Perhatikan apa yang dilakukan oleh bendahara dalam perumpamaan itu. Dengan memercayai Sang Tuan untuk menunjukkan belas kasihan, ia menunjukkan belas kasihan dalam nama Sang Tuan. Jika ia melakukan ini dengan cara yang tidak benar, betapa lebih lagi seharusnya Anda dan saya dan semua murid Kristus melakukannya dengan cara yang benar. Ingatlah di mana Yesus berada ketika Ia mengajarkan hal ini. Ia dituduh oleh orang-orang Farisi sebagai orang yang tidak benar, makan bersama pemungut cukai dan orang berdosa, mereka yang telah berdosa begitu banyak sehingga utang mereka di hadapan Allah tak terbayar. Dan di sinilah Yesus, Sang Bendahara yang adil, muncul atas nama Bapa-Nya, Tuan atas seluruh ciptaan, bukan hanya untuk membatalkan sebagian utang mereka, tetapi juga untuk membayar semuanya bagi mereka!
(Pdt. Bob Hiller, Craft of Preaching, terjemahan/adaptasi: Pdt. Eben Ezer Aruan).


