Selama bertahun-tahun dan dari generasi ke generasi setelah kepulangan dari pembuangan, Yerusalem masih seperti cangkang dari dirinya yang dulu. Kota itu hanya memiliki sedikit penduduk, dan bukti kehancuran Yerusalem ada di mana-mana. Yerusalem masih berupa tumpukan puing. Lebih parahnya lagi, kota itu tidak memiliki tembok yang kokoh di sekelilingnya.
Nehemia adalah keturunan suku Yehuda, yang masih tinggal di Susa dan bekerja untuk orang Persia. Setelah beberapa generasi, Koresy kemudian mengeluarkan dekrit bahwa orang Yahudi boleh kembali ke Yerusalem. Maka pada tahun kedua puluh pemerintahan Artahsasta, Nehemia menerima Hanani, saudaranya, bersama dengan orang-orang lain yang telah kembali dari Yehuda. Pesan mereka sangatlah tegas: "Mereka yang kembali akan mendapat masalah dan aib besar, sebab tembok Yerusalem telah runtuh, dan pintu-pintu gerbangnya telah dibakar." Berita itu menyayat hati Nehemia, dan ia pun berdoa. Nehemia mengambil peran sebagai perantara seperti Musa berabad-abad sebelumnya, dan juga Daniel, maka Nehemia terlebih dahulu mengakui dosa-dosa bangsa Israel kepada Tuhan. Ia mengakui betapa buruknya tindakan Israel terhadap Tuhan dan memohon belas kasihan-Nya (Nehemia 1:7-11). Setelah berdoa, Nehemia menulis, "Sekarang aku menjadi juru minuman raja." Menjadi sebagai juru minuman membuat Nehemia memiliki akses tak tertandingi kepada Raja Artahsasta. Raja dapat melihat perasaan Nehemia di wajahnya. Kemudian Nehemia meminta izin untuk memeriksa Yerusalem lalu Ia ingin membangunnya kembali. Seperti halnya Koresy, Artahsasta tidak hanya mengizinkannya, tetapi juga mengiriminya surat-surat dan perintah yang sesuai untuk menebang kayu bagi gerbang-gerbang bait suci dan tembok-tembok. Bahkan, Nehemia menjadi gubernur wilayah tersebut.
Namun, hidup tidaklah mudah bagi Nehemia. Ia menghadapi tentangan dari Sanbalat, orang Horon, dan Tobia, orang Amon, sejak awal. Kedua orang ini ingin melihat Yerusalem terus-menerus dalam keadaan rusak. Namun, Nehemia percaya bahwa Tuhan turut bekerja dan menyertainya dalam pekerjaan yang ingin ia selesaikan. Nehemia mengatakannya seperti ini: "Tangan Allahku yang murah melindungi aku." Di bawah Nehemia, tembok itu dibangun kembali, tetapi tidak mudah. Mereka menghadapi tentangan sepanjang waktu. Dalam pasal keempat pada kitabnya, Nehemia menggambarkan bagaimana para pekerja membawa pedang di pinggang mereka dan bergantian, bekerja atau memegang tombak untuk berjaga-jaga jika terjadi serangan.
Kitab Nehemia bukan hanya tentang tembok itu; Nehemia juga membahas upaya-upayanya untuk merawat kaum miskin di Yerusalem. Para bangsawan melakukan dosa yang sama seperti nenek moyang mereka, atau bahkan lebih buruk. Kaum miskin dijual sebagai budak. Tetapi Nehemia mengakhiri hal itu, Ia tidak menuntut tunjangan makanan yang biasanya diberikan kepada seorang gubernur.
Dalam Kitab terakhir, dapat kita lihat bahwa kitabnya diakhiri dengan masa reformasi terakhir yang dilakukan oleh Nehemia, yang salah satunya mungkin terdengar kasar di telinga kita saat ini: orang Yahudi menceraikan istri-istri asing mereka. Namun, dari perspektif teologis, kita mungkin dapat memahami hal ini. Nehemia khawatir bangsa itu akan jatuh ke dalam masa lalu penyembahan berhala leluhur mereka. Kekhawatiran ini tampaknya beralasan karena keimaman telah rusak, karena salah satu imam adalah menantu lawan Nehemia, Sanbalat orang Horon.
Sekarang Anda mungkin bertanya-tanya, apa yang orang "Kristen" pahami tentang Nehemia? Sesungguhnya ada banyak. 
Kita bisa dan seharusnya memandang Nehemia sebagai figur Kristus. Ia bersemangat untuk Yerusalem. Ia ingin kota itu aman. Ia juga menghadapi pertentangan yang hebat. Ia bahkan menghadapi saksi-saksi palsu yang mengatakan bahwa Nehemia telah mengangkat dirinya sendiri sebagai raja. Nehemia bukanlah seorang raja, meskipun ia berasal dari suku Yehuda. Ia juga seorang pengikut TUHAN yang sangat taat. Nehemia membantu Yerusalem merayakan Hari Raya Pondok Daun, dan Nehemia 9 adalah salah satu "kredo" paling lengkap yang ditemukan dalam Perjanjian Lama.
Tahukah anda ?
Akhirnya, tembok itu sendiri perlu dibangun agar Yesus dapat mati di luar gerbangnya. Salah satu tuduhan terhadap Yesus adalah bahwa ia adalah anak yang memberontak. Dalam kitab Ulangan 21 menjelaskan apa yang seharusnya terjadi kepada anak yang memberontak: ia harus dibawa kepada para tua-tua di pintu gerbang, dan di sana mereka harus melemparinya dengan batu. Meskipun Yesus tidak dirajam, ia digantung di kayu salib, dan kayu salib itu berada di luar gerbang Yerusalem.
#Vdmaluther
Tidak ada komentar:
Posting Komentar